Selama menjadi khalifah, ia
selalu memperhatikan rakyatnya. Hidupnya sangat sederhana dan tidak pernah
menggunakan fasilitas negara untuk kepentingan pribadi maupun keluarganya.
Dikisahkan, ketika Khalifah Abu
Bakar merasa ajalnya hampir datang menjemput, beliau memanggil putri
tercintanya, Siti Aisyah, untuk menyampaikan sebuah wasiat. "Wahai Aisyah
putriku, aku telah diserahi urusan kaum Muslimin, aku telah memakan makanan
yang sederhana dan aku juga telah memakai pakaian yang sederhana dan kasar.
Yang tersisa dari harta kaum Muslimin padaku adalah seekor unta, seorang pelayan (pembantu) rumah tangga, dan sehelai permadani yang sudah usang. Kalau aku wafat, kirimkan semuanya kepada Umar bin Khattab. Karena, aku tidak ingin menghadap Allah sedangkan di tanganku masih ada harta kaum Muslimin walaupun sedikit."
Yang tersisa dari harta kaum Muslimin padaku adalah seekor unta, seorang pelayan (pembantu) rumah tangga, dan sehelai permadani yang sudah usang. Kalau aku wafat, kirimkan semuanya kepada Umar bin Khattab. Karena, aku tidak ingin menghadap Allah sedangkan di tanganku masih ada harta kaum Muslimin walaupun sedikit."
Ada beberapa hal yang bisa
ditarik dari wasiat itu.
Pertama, gambaran bahwa seorang pemimpin tidak boleh menggunakan
fasilitas umat (negara) untuk kepentingan pribadi dan keluarga. Hidup sederhana
merupakan keharusan pemimpin. Hidup sederhana seperti ini sulit dilakukan bila
keimanan tidak melekat pada diri sang pemimpin.
Rasulullah SAW bersabda,
"Tidak dikatakan seorang itu beriman apabila tidak amanat dan tidak
dikatakan beragama seseorang yang tidak berakal" (HR Dailami).
Kedua, Khalifah Abu Bakar merupakan salah seorang tipe pemimpin yang
sangat bertanggung jawab. Sebagai bukti, meskipun ajal hampir datang menjemput,
ia masih juga memikirkan harta umat, amanat kaum Muslimin. Padahal, apalah
artinya seekor unta, seorang budak, dan sehelai permadani yang sudah usang
dibandingkan dengan kekuasaan besar yang digenggamnya.
Namun, itulah bukti nyata bahwa
Abu Bakar adalah pemimpin yang selalu mengutamakan amanat dan tanggung jawab
tanpa melihat nilai yang terkandung pada barang-barang itu.
Sikap dan perilaku Abu Bakar yang
demikian sebenarnya tidak mengherankan apabila mengingat hadis Rasulullah SAW
yakni, "Barang siapa diserahi kekuasaan (tanggung jawab) urusan manusia
lalu menghindar (mengelak) melayani kaum lemah dan orang yang membutuhkannya,
maka Allah tidak akan mengindahkannya pada Hari Kiamat" (HR Ahmad).
Hanya pemimpin yang beriman dan
punya hati nuranilah yang mampu memahami pesan yang tersirat pada wasiat yang
disampaikan oleh Khalifah Abu Bakar Shiddiq tersebut. Perangai pemimpin yang
demikianlah harapan seluruh umat. Semoga lahir abu bakar-abu bakar modern yang
memiliki sifat jujur dan amanah, sebagai pemimpin masa depan yang kita
dambakan.
Wallahu a'lam.